#recycledpost #throwbackNov2014
Meski masuk ke Kawasan Monas gak bayar alias free, tapi kalau mau masuk ke Tugunya, kamu harus merogoh kantong celanamu itu. Tapi kalem aja brosis, soalnya harganya ramah dompet, kok! Harga tiket dibagi menjadi tiga kategori serta disesuaikan sama destinasimu (mau ke "perut" aja atau naik sampai "kepala" Monas):
1. Anak-anak atau Pelajar: Rp 2.000 (cawan) + Rp 2.000 (puncak)
2. Mahasiswa: Rp 3.000 (cawan) + Rp 5.000 (puncak)
3. Dewasa: Rp 5.000 (cawan) + Rp 10.000 (puncak)
Selain tiket, turis juga harus membayar uang donasi untuk PMI seharga Rp 1.000 (di luar harga tiket). Naaah, untuk turis Mahasiswa diberikan bukti karcis tugu Monas berwarna pink seperti pada gambar di atas, sedangkan yang orang dewasa mendapat karcis berwarna kuning. Dari tiket yang saya terima, saya jadi baru tahu bahwa pengelola Monas adalah Dinas Pariwisata dan Kebudayaan dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dan selain itu, ternyata harga tiket masuk tugu Monas sebetulnya tertuang dalam Perda No. 3 Tahun 2012, lho! Selain karcis, saya juga diberikan gelang berwarna hijau. Tadinya saya nggak tahu itu gunanya buat apa, penjaga loketnya hanya berkata, "Langsung naik ke atas ya, Mbak". Ternyata emang ada gunanya (dan jadi sedikit nyesel saya baru engeh belakangan).
Tiket sudah di tangan, saatnya masuk! Langkah saya dimulai dengan menyusuri lorong yang ada. Petugas yang berjaga di ujung lorong satunya lagi dengan sigap meminta dan menyobek tiket yang saya punya. Kemudian saya sempat melewati koperasi kecil yang menjual aneka makanan, minuman, dan oleh-oleh khas Monas (lumayaaan ada lontong oncom mini gitu, enak deh, harganya cuma seribu pula; dan sempat beli es krim juga pas keluar karena saia sudah gerah bin lelah). Setelah itu menaiki sedikit tangga lagi, dan jreeeng... tugu Monas menjunjung tinggi di depan mata! Let's gooo...
Saya pun berjalan mengikuti path yang tersedia dan tiba di sebuah pintu besar dengan ornamen yang sangat cantik. Pintu ini membawa saya ke sebuah ruangan besar yang dipenuhi 51 miniatur diorama peristiwa sejarah Nasional di Indonesia dalam kotak kaca, kayak museum gitu deh (contoh: Pemilu pertama di tahun 1955, Perang Aceh yang berlangsung selama 31 tahun, cerita tokoh-tokoh bangsa seperti Jenderal Sudirman dan Kartini, dan banyak lainnya). Adegan-adegan yang keren pisan itu ditampilkan oleh kombinasi patung tiga dimensi (orang & non-orang) dan goresan lukisan yang menyatu dengan scene yang ditampilkan tiap-tiap patung.
Setiap diorama dilengkapi dengan penjelasan yang sangat singkat dalam bahasa Indo dan bahasa Inggris. Banyak macem lhooo adegan dan latarnya: di ruang kelas, jalan raya, tempat ibadah, di atas gunung, di tengah gulungan ombak laut, bahkan di Candi Borobudur. Variatif banget dan menarik dilihat mata. Fyi, banyak anak SD di sini lagi pada ngerjain tugas. Jadi inget masa kecil dulu: pasti mereka sedang wisata untuk pelajaran sejarah.
Sebagai contoh, tahu nggak hayo adegan apa yang ada pada gambar di atas (ada Monasnya tuh, pas kaaan, wkwk)? Ternyata adegan itu menceritakan petikan kisah "Aksi-Aksi Tri Tuntutan Rakyat, 1966" yang berbunyi demikian: Sejak kudeta berdarah G 30 S/PKI berhasil digagalkan dan ditumpas dalam waktu singkat, Pemerintah Orde Lama menjadi goyah karena menghadapi krisis politik dan ekonomi yang semakin parah. Mahasiswa yang tergabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia yang disokong oleh segenap kekuatan Pancasila di dalam ABRI, partai-partai politik dan organisasi-organisasi massa mengadakan demonstrasi tanggal 11 Januari 1966-11 Maret 1966 dengan mengajukan Tri Tuntutan Rakyat.
Selesai mengunjungi diorama, saya pun menaiki tangga untuk mencari jalan menuju Puncak Monas (gambar 1). Begitu sampai di ujung tangga, antriannya panjang kali kaya kaki seribu (gambar 2). Petugas Monas mengarahkan saya yang bergelang hijau untuk masuk antrian di kiri dan pengunjung lainnya yang bergelang orange untuk masuk antrian di kanan. Heeeh, gelang itu! Saya baru teringat. Setelah saya perhatikan, ternyata angka yang ada di gelang hijau yang saya pakai merupakan Jam Antrian (gambar 3). Tertulis 9-10 (phew, untungnya saya nggak lama-lama di diorama tadi dan masih jam 9.30-an). Sekarang saya baru engeh kenapa petugas di loket tadi menyuruh saya langsung naik ke atas (weeww, tapi dia gak bilang-bilang nih gelangnya ada jamnya, mana saya ngerti itu angka apa).
Fyi, warna gelang yang berbeda memiliki jam antrian yang berbeda - ada 8 warna dari informasi yang ada di papan LED dekat lift: gelang Merah Muda (jam 8-9), gelang Hijau Muda (jam 9-10), gelang Oranye (jam 10-11), gelang Ungu (jam 11-12), gelang Merah (jam 12-1 siang), gelang Kuning (jam 1-2 siang), gelang Biru (jam 2-3 siang), serta gelang Hijau Tua (jam 3-4 sore).Anyway, jamnya agak aneh ya, soalnya di pagar Kawasan Monas ditulis bahwa tugu Monas buka hanya sampai jam 3 sore, sedangkan gelang terakhir ternyata sampai jam 4 sore. Kapasitas tiket ke puncak Monas sebesar 200 orang per warna gelang. Artinya dalam 1 jam hanya ada 200 orang yang bisa naik ke atas, kalau sudah habis, kamu akan dapat gelang warna jam berikutnya.
Kalau Anda ingin tahu, mengapa antrian menuju puncak Monas panjang sekali, itu ternyata karena untuk naik ke puncak Monas hanya ada 1 lift (gambar 4) yang hanya bisa memuat 11 orang (total 800 kg kalau nggak salah, dan di dalam lift sudah ada 1 petugas Monas). Lift itu naik melalui leher Monas yang sepanjang 132 meter (gambar 5), sehingga butuh waktu untuk naik dan turun, belum lagi menunggu orang keluar masuk lift. Saya hitung sekali bolak balik gitu bisa makan waktu sekitar 5-6 menit, sehingga sebetulnya angka "200 orang" itu kurang make sense (1 jam paling max kalau dihitung hanya bisa angkut sekitar 130 orang), dan alangkah baiknya kalau direvisi. Saya sendiri mengantri hampir 1 jam lamanya, sehingga ketika saya masuk lift dan naik ke puncak, sudah hampir jam 10.30 atau melebihi jam yang tertera pada gelang saya. Konsep gelangnya sih sudah bagus - dibatasi biar nggak terlalu ngebl'udak dan nggak sia-sia antri, tapi perlu dibenahi lagi ini estimasi kuota dan eksekusinya.
Oh ya, saya menemukan sebuah poster yang menarik di dekat lift. Isinya begini: "PERINGATAN - BAGI SIAPA SAJA YANG MEMBELI JAJANAN PADA PKL AKAN DIKENAKAN HUKUMAN PIDANA KURUNGAN MAKSIMAL 60 HARI ATAU DENDA SEBESAR Rp. 20.000.000,- (Perda Nomor 8 Tahun 2007 Pasal 25)". (I didn't know that, 20 juta loh dendanya!) Warnanya posternya sih ngejreng, merah gitu, tapi kalau mau di-enforceposisinya salah nih. Masa ditempel dalam tugu Monas yang belum tentu semua turis masuk ke dalamnya. Harusnya ditempel di kawasan Monas di tempat-tempat yang kerap dijadikan lapak PKL.
Dari puncak Monas, kita bisa melihat kota Jakarta dari ketinggian. Kawasan Monas jadi terlihat sangat kecil: ada sisi selatan Monas tempat patung Ikada berada (gambar 1), sisi timur Monas dekat Stasiun Gambir - oh, ternyata ada beberapa lapangan Futsal di Kawasan Monas (gambar 2), sisi barat Monas tempat patung M.H. Thamrin berada (gambar 3), dan sisi utara Monas tempat pintu masuk Monas dan patung kuda berada (gambar 4). Pemandangan ini mungkin tak asing lagi untuk orang yang sehari-harinya tinggal di apartemen atau kerja di high-rise building di Jakarta, sehingga bisa timbul rasa kecewa, mengingat waktu antrian untuk naik ke atas sangat lama. Haha... Tapi untuk Anda yang dari luar kota, tak ada salahnya melihat pemandangan Ibukota dari ketinggian. Biar bagaimana pun, Monas tetaplah keren dan harus dilestarikan sebagai landmark kebanggaan kita.
Begitu turun dari puncak Monas, lift akan membawa Anda ke bagian atas dari cawan Monas (gambar 1). Di sini hanya ruang terbuka saja sih, sehingga Anda bisa langsung turun dengan tangga ke tempat Anda mengantri tadi. Hanya saja, kali ini Anda tidak perlu mengantri, tapi bisa masuk ke Ruang Kemerdekaan jika mau. Saat saya datang, Ruangan sedang direnovasi, sehingga tampak sedikit berantakan (gambar 2).
Akan tetapi di dalam ruangan itu tetap dilakukan pemutaran suara Bung Karno yang membacakan teks Proklamasi setiap jam sekali selama operating hours Tugu Monas (tepat di jarum panjang 12 lho, karena itu perhatikan jam kalau Anda mau ke sini, biar nggak harus nunggu 1 jam lagi). Terdapat sebuah pintu raksasa berwarna keemasan yang berdiri gagah perkasa (gambar 3), dimana ketika pintu terbuka akan tampak fotokopi dari naskah teks Proklamasi Indonesia, lengkap dengan suara Bung Karno yang penuh kharisma. Selain itu terdapat juga lambang negara Garuda Pancasila super besar di sini (gambar 4).
Sebelum meninggalkan tugu Monas, saya menuruni tangga yang ada di bagian luar Monas untuk melihat relief-relief besar berwarna keabuan yang ada di salah satu corner tembok yang mengelilingi tugu Monas yang menggambarkan sejarah Indo, antara lain saat zaman Majapahit dan Singasari. Relief ini bisa juga ditemukan di dekat pintu ruang diorama Monas saat awal-awal Anda masuk tadi. Kalau Anda pergi bersama teman-teman atau keluarga, bisa juga menyempatkan diri untuk selfie di sini, itung-itung nambah koleksi foto buat dipamerin di sosmed. Click!
ALOHA...!! KEMANA LAGI YA DI JABODETABEK? SIMAK ULASAN BERBAGAI PILIHAN TEMPAT WISATA DI JABODETABEK DI DAFTAR ISI JELAJAH JABODETABEK!
EmoticonEmoticon